JFC'Oi Pemanjat Jatibarang Indramayu

Hidup Bersama Harus Dijaga Persaudaraan Kita Untuk Selamanya

Sang Maestro Iwan Fals

Iwan Fals yang bernama lengkap Virgiawan Listanto (lahir 3 September 1961 di Jakarta) adalah seorang penyanyi beraliran balada yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia. Lewat lagu-lagunya...

Kantata Takwa 1990

Nama kelompok musik legendaris beranggotakan para musisi-seniman berkualitas tinggi yang dimiliki Indonesia.

Kantata Samsara 1998

Angin berputar putar ditengah matahari Bila anarki dan emosi bernyanyi Kepalsuan membudaya Merobohkan masa depan

Kantata Barock 2011

Setiawan Djody mengadakan konferensi pers dikediamannya. Acara ini tentang bangkitnya kembali Kantata Takwa. Setiawan Djody bersama Iwan Fals dan Sawung Jabo menamakannya Kantata Barock..

Friday, January 6, 2012

Nama Gunung Dan Ketinggian Mdpl.

Gunung Ciremai Kuningan - Jawa Barat
Ketinggian: 3078 Mdpl.

Taman Nasional Gunung Ciremai termasuk dalam wilayah administratif Kab. Kuningan dan Majalengka dengan luas +15.500 Ha, yang berbatasan langsung dengan 25 desa di Kab. Kuningan dan 20 desa di Kab. 

Majalengka Hutan di kawasan TNGC sebagian besar merupakan hutan alam primer (virgin forest) yang dikelompokkan ke dalam hutan hujan dataran rendah, hutan hujan pegunungan dan hutan pegunungan sub alpin.

Gunung Ciremai merupakan gunung api soliter dengan kawah ganda ( barat dan timur) dengan radius 600 meter dan kedalaman 250 meter.

Gunung Tampomas Conggeang-Sumedang - Jawa Barat
Ketinggian: 1664 Mdpl.

Ditetapkan sebagai taman wisata berdasarkan SK Mentan No. 423/Kpts/Um/7/ 1979 tanggal 5-7-1979 dengan luas 1.250 Ha
 

Menurut administrasi pemerintahan termasuk Kecamatan Cimalaka, Paseh, Conggeang, Buahdua dan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang. 

Gunung Tampomas adalah sebuah gunung yang utuh terdapat di Wilayah Kabupaten Sumedang.  Tofografi kawasan TWA ini bergunung-gunung dengan ketinggian antara 625 - 1.684 mdpl
 
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklimnya termasuk tipe iklim B dengan rata-rata curah hujan per tahun 3.518 mm.

Gunung Gede berada di wilayah tiga kabupaten.

Yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi - Jawa Barat Dengan ketinggian 1.000 - 3.000 Mdpl.

Gunung Gede merupakan tempat paling favorit untuk pendakian dan berkemah. Hampir setiap pekan, ada saja pencinta alam yang mencoba mendaki puncak Gunung Gede setinggi 2.958 meter itu. Puncak-puncaknya dapat terlihat dengan jelas dari Cibodas Kecamatan Pacet.

Pendakian terhadap Gunung Gede dapat dimulai dari Pos Jaga yang terletak di dalam Kebun Raya Cibodas. Melalui hutan tropis yang sangat indah, selama pendakian menuju Pondok Kandang Badak (4 jam) yang sebelumnya melewati pertigaan ke arah Air Terjun Cibeureum (1 jam) akan dijumpai 2-3 pondok, mata air dan air panas. Bila kelelahan, bisa istirahat di Pondok Kandang Badak.


Gunung Pangrango mempunyai ketinggian setinggi 3,019 Mdpl. Puncaknya dinamakan Mandalawangi.

Gunung Pangrango juga merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat setelah Gunung Ciremai, dan berada di dalam kawasan Taman Nasional Gede Pangrango, tepatnya terletak persis bersebelahan dengan Gunung Gede. 


 Gunung Papandayan adalah gunung api yang terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Cisurupan. Gunung dengan ketinggian 2665 Mdpl, itu terletak sekitar 70 km sebelah tenggara Kota Bandung.


Tuesday, January 3, 2012

Kantata Barock dan Celoteh Pemimpin Narsis dan Tamak

JAKARTA, KOMPAS.com - Benang merah yang paling mudah ditarik dari konser Kantata Barock, Jumat (30/12/2011) malam, di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) adalah pesan moral untuk kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia saat ini.

Tak ada lagi sogok-sogokan dalam birokrasi pemerintahan. Jangan ada lagi suap-menyuap di kalangan elit politik dan pimpinan pemerintah. Sehingga rakyat sejahtera tanpa berbondong-bondong anak-anak muda putus sekolah kemudian jadi pengangguran.

Selain lewat lagu pembuka, "Nocturno", gambaran jelas tentang kondisi Indonesia yang penuh tipu-tipu, maraknya korupsi dan pengangguran itu juga dihadirkan Kantata Barock lewat lagu "Balada Pengangguran". Wajah seorang Gayus pun kemudian muncul sebagai latar panggung dalam selembar uang seribu rupiah dan berjubah astronot.

Di lagu "Megalomania" misalnya, Kantata Barock melukiskan tokoh-tokoh yang mampu berbuat apa saja pada dunia. Tak cuma pemimpin "narsis" yang doyan tampil dan perintah sana-sini, tetapi juga rakus berada di kursi pemimpin. Tak heran, latar pun berubah dengan tampilnya wajah pemimpin dari era perang dunia kedua seperti pemimpin Nazi, Adolf Hitler, dan pemimpin Italia, Benito Musolini, hingga yang terkini, Barack Obama.

Selepas itu, masih dengan konteks pemimpin "narsis", Sawung Jabo maju ke muka melantunkan "Badut" dari album Swami. Penonton sontak bernyanyi membentuk koor yang bergemuruh di seisi stadion.

Pergelaran Kantata Barock yang Oksimoron

Senin, 2 Januari 2012.
Oleh Agam Fatchurrochman 

Oksimoron menurut kamus adalah a figure of speech that combines contradictory terms, seperti “a cheerful pessimist” atau “a deafening silence”. Dalam hal ini, judul dari berita Kompas.com “Kantata Barock dan Celoteh Pemimpin Narsis dan Tamak” adalah penggambaran yang tepat.

Kantata Barock adalah penerus dari Kantata Takwa. Meski sering disebut sebagai grup musik, Kantata berbeda. Dia bukan sekedar kumpulan musisi, dia dibangun melalui diskusi intensif, komunikasi dengan berbagai pihak, doalog dan anjangsana ke berbagai tokoh prodemokrasi pada zaman Orba masih kuat, yang kemudian mewujud sebagai muara sensitivitas sosial ekonomi dan politik yang dibungkus dalam idiom musik, puisi dan teater. Visi yang jelas mengenai masa depan Indonesia yang demokratis, menghargai HAM, menghormati keragaman suku dan agama, menyuarakan suara mereka yang terpinggirkan, dan pada saat-saat akhir alm Rendra, membayangkan masa depan Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat.

Sebagai suatu forum diskusi, Kantata menjadi muara dari pencapaian masing-masing personalnya. Karya grup Swami, karya personal Iwan Fals, puisi Rendra, estetika folk-rock berwarna etnis Sawung Jabo dan kenakalannya sangat terasa, serta rajutan musik yang rapi dari Yockie beserta dukungan dana berlimpah dari Setiawan Djody, semua digunakan untuk mengkomunikasikan visi Kantata.

Pertunjukan Kantata Barock kemarin, 30 Desember 2011, menjadi pertunjukan oksimoron yang menarik. Saya ambil kutipan dari Kompas.com “Di lagu "Megalomania" misalnya, Kantata Barock melukiskan tokoh-tokoh yang mampu berbuat apa saja pada dunia. Tak cuma pemimpin "narsis" yang doyan tampil dan perintah sana-sini, tetapi juga rakus berada di kursi pemimpin. Tak heran, latar pun berubah dengan tampilnya wajah pemimpin dari era perang dunia kedua seperti pemimpin Nazi, Adolf Hitler, dan pemimpin Italia, Benito Musolini, hingga yang terkini, Barack Obama.

Tapi sayangnya, semua teman saya yang hadir bersama saya, di twitter, facebook, milis, dsb, semua menyayangkan tiga hal: pertama, soal tidak adanya visi yang melandasi konsep pertunjukan. Kedua, komunikasi yang tidak lancar di antara penggagas Kantata sendiri, antara Setiawan Djody dengan Yockie Suryoprayogo, dan sampai tahap tertentu Jabo dan Iwan, serta kepada keluarga alm Rendra. Ketiga, eksekusi manajemen pertunjukan yang kurang dan ketiadaan music director yang merajut semua elemen Kantata.

Pertama, soal visi. Bicara soal demokrasi dan bongkar segala kemunafikan di zaman pasca Orba sekarang memang kudu dirumuskan ulang. Kantata ketika didirikan memang sebuah gerakan kebudayaan yang bervisi bongkar Orba. Setelah Orba jatuh, tetapi sifat-sifat Orba tetap merajalela, meski media dan LSM bebas bersuara dan bahkan koruptor di Senayan pun berteriak antikorupsi, bagaimana? Ya memang ada pergelaran Kantata Takwa Kesaksian 2003 di Parkir Timur Senayan yang sempat saya tonton, tetapi sekarang, 13 tahun setelah 1998, apa visinya?

Baik Yockie maupun Iwan Fals menyatakan bahwa alm Renda bervisi agar Kantata dilanjutkan dengan Kantata Samodra. Iwan menciptakan lagu “Ombak” dalam kerangka Samodra, yang dinyanyikan dengan syahdu, hanya dengan gitar akustik, dan saya kira puncak dari pergelaran kemarin yang hingar bingar. Pidato penerimaan Dr HC Rendra di UGM pun dengan tegas menyatakan: ...”Negara kita adalah negara satu-satunya di dunia yang memiliki laut. Namun toh ketatanegaraan kita tetap saja ketatanegaraan negara daratan. Inikah mental petani?...."

Karena itu visi dan cara melakukan gerilya budaya dan bersaksi mengenai kondisi saat ini kudu dibincangkan kembali. Mungkin tetap saja membuat pergelaran musik dengan suara keras memisuhi koruptor, tetapi jika ini dilakukan dalam kerangka Kantata sebagai forum diskusi kebudayaan sosial politik dan ekonomi, maka hasilnya tentu berbeda dengan keputusan yang diambil sendirian untuk membuat pertunjukan musik besar di Gelora Bung Karno.

Kedua, soal komunikasi antar penggagas Kantata, termasuk ke keluarga alm Rendra. Tampak di sini dengan adanya ketiadaan dialog mengenai visi, maka komunikasi pun terlupakan. Komunikasi ada terbatas pada: kapan mulai latihan, bagaimana setlist, siapa saja musisi yang terlibat. Konferensi pers keluarga alm Rendra dan Yockie mengenai potensi tuntutan hukum terhadap PT Airo, penyelenggara pertunjukan Kantata Barock, menunjukkan kemarahan sudah tidak bisa dibendung. Andai saja dari awal keputusan didahului dengan dialog yang partisipatif dan demokratis. Visi yang disuarakan Kantata sejak Kantata Takwa, demokrasi dan hukum, kurang dihormati di sini. Seorang pengkhotbah yang baik adalah yang mempraktikkan apa yang dia khotbahkan. Practice what you preach. Tak heran banyak pendakwah di televisi jadi sininsme banyak orang, berkhotbah sesuatu yang mereka langgar sendiri. Berkhotbah yang mereka tahu tak akan dilakukan sendiri.

Ketiga, dalam tingkat manajemen pertunjukan, tidak terlihat juga practice what you preach, yang ada, seperti kutipan Kompas.com di atas: com “Di lagu "Megalomania" misalnya, Kantata Barock melukiskan tokoh-tokoh yang mampu berbuat apa saja pada dunia. Tak cuma pemimpin "narsis" yang doyan tampil dan perintah sana-sini, tetapi juga rakus berada di kursi pemimpin...”

Pergelaran kali ini kurang jelas siapa music directornya. Berbeda dengan pergelaran Kantata Takwa yang saya lihat di youtube, di mana berbagai prentilan musik perkusif dan etnis khas Jabo yang dirajut oleh musik yang rapi oleh Yockie masih terdengar dengan nyaman, kemarin sound 400.000 watt sangat menggelegar, terlalu ramai, menghilangkan prentilan ala Jabo yang sebenarnya tampil bersama 5 anak buahnya. Semua tampak berebut untuk tampil ke posisi kedua, karena posisi pertama sudah reserved untuk Sang Bohir, dengan sound gitarnya yang sumpek di telinga penonton. Semua yang saya tanya mengeluhkan sound yang timbul tenggelam, kasar dan didominasi oleh gaya gitar shredding ala Steva Vai dengan 7 senarnya, yang menggelitik-sori- memekakkan gendang telinga, menimbulkan “a deafening silence”, saya jadi termangu dalam kesunyian karena musik yang memekakkan telinga. Oksimoron.

Orasi dan aksi teatrikal tampak kurang masuk ke penonton. Satu-satunya lagu yang menjadi puncak, adalah “Ombak” dari Iwan Fals, suatu keheningan dalam ingar bingar. Oksimoron.

Practice what you preach. Sudah saatnya para personal Kantata untuk mempraktekkan apa yang mereka khotbahkan. Kembalilah berkomunikasi dengan semua elemen, terutama para pendiri dan keluarga pendiri. Berdialoglah. Berdemokrasilah. Teten Masduki di twitternya menulis “Kantata rujuk”. Sudah saatnya tokoh seperti Eef Saefulloh Fatah dan Teten Masduki yang dekat dengan mereka semua untuk merujukkan mereka. Tahun 2012 sampai 2014 terlalu penting tanpa kehadiran Kantata dengan spirit aslinya.
 

Konser 'Kantata Barock' Sarat Kritik Sosial

INILAH.COM, Jakarta - Pagelaran konser akbar 'Kantata Barock' di Stadion Utama Gelora Bung Karno banyak membawakan lagu bertema kritik sosial. Setiawan Djody, Sawung Jabo dan Iwan Fals berorasi menyuarakan kegelisahan rakyat Indonesia.

Konser yang di gelar hari Sabtu (31/12/11) malam itu dimulai dengan video dari tokoh sastrawan almarhum WS Rendra yang membaca puisi dengan diiringi instrumen dari Sawung Jabo.

Sambutan hangat Setiawan Djody dan Iwan Fals membuat puluhan ribu penonton yang tumpah di tengah lapangan stadion GBK berteriak semangat meski sempat diguyur hujan gerimis.

Seperti 'Kantata Takwa', konser 'Kantata Barock' juga mengusung lagu-lagu sindirian terhadap para pemimpin yang tidak adil. Para musisi senior itu membawakan lagu Tikus Ngonggrong yang menceritakan tentang maraknya praktik korupsi di negeri ini.

Dengan lantang, Setiawan Djody berorasi diatas panggung menyerukan kepada pejabat untuk berlaku jujur, "Jangan merugikan rakyat. Pemimpin harus tegas memberantas korupsi yang masih ada di sekeliling kita,".
Tidak hanya itu, 'Kantata Barock' juga menggandeng band Kotak untuk menyuarakan hati rakyat lewat lagu Panji-Panji Demokrasi. Perpaduan suara Tantri dan Iwan Fals membuat puluhan ribu penonton bergerak mengangkat tangan.

Meski Setiawan Djody pernah mengalami koma beberapa bulan di Singapura, malam itu Djody tidak terlalu banyak bergerak. Djody sempat berpesan untuk menjaga perbedaan di tanah air, janganlah perbedaan itu membuat Indonesia terpecah belah. "Sudah jelas ideologi kita Pancasila," tegas Djody.
Pagelaran konser untuk rakyat itu berlangsung sekitar tiga setengah jam. Lagu Bongkar dan Bento menjadi tembang andalan Kantata Barock.


Sabtu, 31 Desember 2011
Kantata Barock, Lebih Tua, Lebih Ngerock...!!

TEMPO.CO , Jakarta:-- Setelah sepuluh tahun absen, kelompok musik Kantata, Jumat malam 30 Desember 2011, menggelar konser di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Band yang kini bernama Kantata Barock itu mengusung 24 lagu, yang sebagian besar merupakan lagu lama. Musik yang lebih keras dan tata panggung yang meriah membuat konser ini terasa istimewa.

Sawung Jabo, arsitek musik Kantata, muncul seperti biasa, dengan baju merah dan tutup kepala berwarna sama. Adapun Setiawan Djody, penyandang dana dan pemain gitar di Kantata, tampak ingin tampil prima, meski kondisinya masih lemah karena baru sembuh dari sakit. Ia bermain tak jauh-jauh dari kursinya. Meski demikian, dia bermain cukup bersih.

Iwan Fals--yang dalam konser Kantata Revolvere 10 tahun lalu tak ikut--kini juga membawakan lagu Mata Dewa, yang merupakan karya pribadinya. Lagu lawas Kantata yang dinyanyikan semalam di antaranya Bento dan Hio. Jabo mengatakan lagu-lagu ini masih relevan dengan situasi saat ini. "Untuk mengingatkan, lagi pula kondisinya tak jauh beda," ujarnya.

Konser ini pun dimeriahkan dengan tata panggung yang ciamik. Foto Gayus menjadi astronaut muncul di atas panggung. Musik mereka dipancarkan oleh tata suara berkekuatan 300 ribu watt. Sejumlah adegan teatrikal juga dimainkan dalam konser tersebut. Hal ini akan mengingatkan kita pada penampilan kelompok musik Sirkus Barok yang dipimpin Jabo.

Pelantunan sejumlah lagu lama Kantata yang syairnya dibuat penyair W.S. Rendra itu sempat diprotes oleh ahli warisnya. Mereka merasa tidak dimintai izin atas dimainkannya lagu-lagu tersebut dalam konser kali ini. Djody mengaku sudah meminta izin kepada janda Rendra, Ken Zuraida.

Sementara itu, lagu baru mereka adalah Mukjizat, Barong Bento, Megalomania, dan Ombak. Megalomania bercerita tentang masyarakat Indonesia yang lebay. Selain lebih ngerock, musik Kantata kali ini diperkaya oleh bunyi-bunyian perkusi tradisional.

Kantata Barock adalah "jelmaan" baru dari grup musik yang digawangi Iwan, Djody, dan Jabo. Berawal sebagai Kantata Takwa (1991), lalu menjadi Kantata Samsara, kemudian Kantata Revolvere. Terakhir mereka konser di Senayan pada 2001.

Sebelum dimulai pada pukul 8 malam, sempat terjadi insiden jebolnya pintu Sektor 3 Stadion Senayan. "Sempat menjebol sedikit, tapi bisa terkendali. Biasa, para ABG yang tidak mempunyai karcis," ujar Ozon Listanto, Ketua OI Bandung Raya, yang ikut memantau lapangan, kepada Tempo. OI adalah organisasi fan Iwan Fals.


 SETIAWAN DJODY
                             SAWUNG JABO












IWAN FALS

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More