Kompas.com:
Ketika Iwan malam itu mendedah tembang lawasnya, "Mimpi Yang Terbeli", malam itu, ribuan penonton sepertinya setuju bahwa membeli mimpi telah menjerat hari-hari mereka. Dan koor massal pun menggema.
"Sampai kapan mimpi-mimpi itu kita beli//Sampai nanti sampai habis terjual harga diri//Sampai kapan harga-harga itu melambung tinggi//Sampai nanti sampai kita tak bisa bermimpi..."
Bagi Iwan Fals, bermusik bukan hanya sekadar eksistensi, melainkan juga tuturan akan nilai. "Ini rekaman hidup, berikan rasa secara tulus," ujarnya. Dalam rinai gerimis, rasa itulah yang dibagikan Iwan kepada belasan ribu penggemarnya di Lapangan Yon Armed, Purwakarta, Kamis (9/5/2013) malam.
Petang itu suasana sekitar Batalyon Armed, Purwakarta, tak seperti biasa. Tangsi militer di pinggiran kota yang biasanya senyap itu hiruk pikuk oleh ribuan orang yang berbondong-bondong menuju tanah lapang di jantung tangsi. Bukan tentara yang sedang berbaris, melainkan rombongan orang yang sebagian besar membawa atribut-atribut bertuliskan OI—banyak yang mengartikan sebagai Orang Indonesia. OI terpampang di kaus, poster, bendera, ataupun spanduk.
"Saya dan kawan-kawan OI datang jauh-jauh dari Brebes ke Purwakarta ini untuk menonton pahlawan kami, Bang Iwan," kata Andi Sukmono (28) yang ditimpali rekan-rekannya dengan teriakan "Hidup OI", "Hidup Iwan Fals".
Ya, pada malam Jumat, "pahlawan" itu tampil menghibur penggemarnya di tempat tersebut. Ini merupakan konser ketiga Iwan dari rangkaian konsernya yang bertajuk Top Concert Iwan Fals di 15 kota tahun 2013.
Tak hanya datang dari wilayah Purwakarta, para penonton juga datang dari Tangerang, Jakarta, Bandung, Sukabumi, Subang, Cirebon, bahkan Brebes, Jawa Tengah. Tak semua dari mereka OI. Tampak juga ibu-ibu yang menggendong anaknya dan berbaur dalam kerumunan di atas lapangan rumput becek oleh hujan yang turun sedari sore. Ada pula Slankers, julukan bagi penggemar grup Slank, yang mengibarkan bendera khas mereka. Namun, simbol-simbol kedirian tersebut tak bermakna malam itu. Mereka menyatu.
Kopi
Iwan membawakan tembang-tembang lainnya. Total ada 17 lagu yang dinyanyikan Iwan pada malam itu. Tersebutlah di antaranya "Ku Menanti Seorang Kekasih", "Mata Indah Bola Ping Pong", "Bento", "Bongkar", "Pesawat Tempurku", "Mereka Ada di Jalan", "Siram Tanam Siram", dan "Yang Terlupakan".
Tak hanya hit-hit lawas yang didendangkannya, tetapi juga dua lagu baru yang masuk dalam album teranyarnya, yaitu "Sampah" dan "Kopi Sumber Inspirasiku". Maklum sponsor konser adalah perusahaan kopi yang model iklannya adalah Iwan.
Mengenai lagu "Kopi Sumber Inspirasiku", Iwan berargumen bahwa bukan diciptakan karena keterlibatannya sebagai bintang iklan produk kopi instan, melainkan kesukaannya dengan kopi sejak muda. "Bahkan, saat bayi, ibu saya selalu memberi saya kopi jika sedang sakit panas," tuturnya.
Melalui lagu tentang minum kopi itu, Iwan juga mengaku ingin menyampaikan pesan bahwa duduk menikmati kopi itu nikmat, tetapi jangan lupa berdiri. Saat ini banyak orang yang kemudian lupa saat telah mendapatkan kursi jabatan, mereka lupa berdiri untuk bekerja melayani rakyat.
Dia juga menyinggung banyaknya calon anggota legislatif (caleg) dari kalangan artis. "Asalkan mampu itu sah-sah saja. Siapa pun boleh jadi caleg. Namun, jika sudah terpilih, jangan lupa bekerja untuk rakyat. Itu pengabdian," ujar Iwan yang pernah memopulerkan lagu "Wakil Rakyat".
Dia juga mengaku sangat sedih dengan begitu rusaknya hutan di negeri ini. Kerakusan telah meruntuhkan pepohonan yang semestinya dijaga untuk kelangsungan hidup anak cucu. "Karena itu, mari kita terus menanam pohon. Indonesia akan maju jika pohon-pohon itu kembali tumbuh," ujarnya sesaat sebelum menyanyikan "Tanam Siram Tanam" yang bertutur mengenai perlunya menanam pohon.
Bijak
Hampir semua lagu yang dinyanyikan Iwan pada malam itu dimainkan dengan aransemen yang agak berbeda dengan rekamannya. Lagu "Bento", misalnya, yang biasanya cenderung agak nge-blues, malam itu terdengar gahar dengan sentuhan raungan distorsi gitar Sonata dan Totok Tewel yang bernuansa heavy metal.
"Ini yang membuat saya terus bersemangat bermusik. Selalu ada kreasi baru dalam memainkan lagu-lagu bersama teman-teman di band ini," ujar Iwan.
Berbeda dengan konser-konser musik umumnya yang cenderung menyajikan lagu ngebeat sebagai encore atau pamungkas, malam itu Iwan justru menghadirkan dua tembang balada sebagai penutup, yaitu "Ibu" dan "Satu Satu". Ya, alasan fisik mungkin tak bisa dimungkiri oleh "Si Oemar Bakri". Pasalnya, dia memilih menggeber lagu-lagu kencang yang cenderung memakan staminanya yang tak lagi muda sebagai lagu tengahan (midcore).
Memang Iwan tak lagi segarang dan meledak-ledak seperti masa mudanya dulu. Jarang pula terdengar lengkingan nada tinggi untuk memperkuat energi atas lagu-lagu yang dibawakannya. Tak tampak pula aksi telanjang dada, jingkrak-jingkrak, dan aksi pecicilan lainnya seperti saat rambutnya masih hitam keriting mengembang. Ia tampak bijak.
Namun, kesederhanaan, kharisma, dan spiritnya membuat Iwan tetap diakui sebagai salah seorang seniman berintegritas dengan pemihakan yang konsisten kepada kaum jelata. "Bagi saya, tak ada penyanyi lain seperti Bang Iwan di Indonesia," kata Jamaluddin (32), anggota OI asal Lenteng Agung, Jakarta, yang meski hanya tinggal memiliki satu kaki tak lelah berjingkrak mengikuti lagu Iwan malam itu.
Tembang "Satu Satu" yang dibawakan Iwan sebagai penutup pertunjukan malam itu seakan menjadi momen pemuncak rasa Iwan beserta ribuan penggemarnya. Sebuah sintesa pengembaraan nilai dan irama Iwan yang kian matang dalam usia.
"Waktu terus bergulir//Kita akan pergi dan ditinggal pergi//Redalah tangis redalah tawa//Tunas tunas muda bersemi ..." (M Burhanudin)
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Ati Kamil
0 comments:
Post a Comment