Saturday, June 2, 2012

Selamat Hari Jadi Pancasila (01 Juni 1945)

Hari ini kita memperingati hari kesaktian Pancasila. Hari dimana pada tanggal 01 Juni 1945 para pejuang bangsa mendeklarasikan Pancasila sebagai dasar negara. Dalam pelajaran sejarah bangsa, dituliskan bagaimana proses kelahiran pancasila itu diceritakan. Para founding father telah berpikir jauh ke depan untuk kemajuan bangsa yang multi etnis, suku, antar golongan, dan agama. Oleh karena itu pancasila lahir sebagai simbol pemersatu bangsa dengan 5 silanya yang selalu dibacakan di saat upacara bendera di sekolah-sekolah atau kantor-kantor pemerintah.

Seandainya kita sebagai penerus bangsa mampu menggali nilai-nilai luhur pancasila yang terkandung di dalamnya, tentu tak ada lagi orang yang hidup tersia-sia. Sebab kita adalah makhluk yang saling menyayangi dan memiliki Tuhan yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kalimat indah yang menunjukkan bahwa bangsa ini adalah bangsa berketuhanan, dan bukan bangsa komunis. Bangsa yang memiliki agama yang diakui oleh negara. Bila kita saling menghormati antar agama, maka tak ada permusuhan karena keyakinan agama yang kita anut. Tak ada lagi pelarangan pendirian rumah ibadah, apalagi saling membakarnya karena merasa agama mereka yang paling benar. Padahal kerukunan hidup umat beragama sangat dirindukan oleh kita semua sebagai insan yang beragama.

Demikian pula dengan sila kedua pancasila. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Kita wajib memanusiakan manusia, karena kita adalah manusia yang beradab. Tindak kriminalitas yang ada saat ini menunjukkan bahwa kita sudah mulai menjauh dari manusia yang beradab. Manusia yang beradab adalah manusia yang taat aturan dan mau berbagi kepada sesama. Tidak mementingkan dirinya sendiri atau golongannya, namun mau berbagi kepada sesama. Sayangnya, jiwa kemanusian kita sudah mulai meluntur, dimana yang muda terlihat tawuran, dan yang tua berebut kekuasaan. Seolah-olah manusia Indonesia yang beradab telah berganti menjadi manusia Indonesia yang berhati serigala. Saling curiga dan jauh dari rasa adil kepada sesama. Kita tidak lagi saling menyayangi sebagai makhluk Tuhan yang berakal budi.

Dalam sila persatuan Indonesia, kita telah diajarkan para tetua bangsa akan pentingnya persatuan sebuah bangsa. Kita memang terlahir dari suku dan etnis yang berbeda, namun kita adalah bangsa yang satu. Bhinneka tunggal ika adalah simbol yang mempersatukan kita. Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Persatuan itu menjadi sangat mahal ketika sifat materialistis hinggap dalam diri. Sifat hanya mementingkan diri sendiri serta mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk golongannya saja, membuat persatuan ini terasa rapuh. Kita tak lagi dipersatukan sebagai sebuah bangsa. Orang betawi bilang, “elu-elu, gue-gue”. Tak ada kesadaran untuk menyatukan diri dalam sebuah gerakan persatuan bangsa. Kita harus belajar kepada tetua atau pendiri bangsa bagaimana mereka menyatukan semua komponen bangsa menjadi satu. Itulah yang disebut persatuan indonesia. Saling bahu membahu mengharumkan nama bangsa dikancah dunia atau internasional.

Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan telah berubah menjadi kekuasaan yang menjerat rakyat. Kekuasaan seolah bukan lagi di tangan rakyat, tetapi ditangan elit penguasa. Para pemimpin tak lagi bijak dan bermusyawarah dalam memutuskan sesuatu. Rakyat dianggap seperti kerbau yang bisa dicucuk atau dicocok hidungnya. Kita pun menjadi sedih karena banyak pemimpin daerah yang terjerat korupsi karena tak lagi melihat rakyat sebagai ladang amal untuk menjadikannya sejahtera. Keputusan diambil sepihak dan tidak lagi mendengar suara rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan hanya indah diucapkan tetapi kurang dijalankan. Pemimpin pun menjadi otoriter dan tidak demokratis. Banyak kebijakan strategis akhirnya tak berpihak kepada rakyat banyak.

Sila terakhir pancasila serasa semakin menjauh dari rakyat. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serasa jauh panggang dari api. Orang miskin dilarang sakit dan sekolah. Rumah sakit dan sekolah hanya milik mereka yang mampu. Mereka yang hidup dalam garis kemiskinan hanya bisa melihat dan menonton saja. Keadilan sosial belum menyentuh lapisan bawah. Terjadi kastanisasi, baik dalam bidang pendidikan maupun kesehatan. Keadilan serasa belum merata, dan belum semua rakyat Indonesia merasakannya. Semoga keadilan sosial yang dituliskan oleh para pendiri bangsa benar-benar terwujud bagi seluruh rakyat Indonesia. Kitapun berharap, keadilan di bidang hukum juga merata kepada semua kalangan. Tidak lemah ditingkat elit, dan kuat ditingkat rakyat yang tertindas. Kasus sandal jepit dan perlakuan tenaga kerja Indonesia yang diperlakukan secara semena-mena oleh majikannya di luar negeri harus menjadi cambuk bahwa hukum yang terjadi masih hukum rimba. Kita yang lemah hanya bisa mengurut dada, dan mereka yang kuat akan berjalan dengan tegap dan sombongnya.

Akhirnya, saya hanya bisa berharap, kelahiran pancasila dan selalu diperingati setiap tahunnya pada tanggal 01 Juni membuat kita saling introspeksi diri. Tak perlu menyalahkan orang lain. Kita jaga diri dengan pengamalan nilai-nilai pancasila secara benar agar mampu menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang terkenal dengan keramah tamahannya, dan sifat kegotong royongannya. Kita pun menjadi sebuah bangsa yang saling tolong menolong. Mampu berbuat adil, dan menyadari bahwa kita adalah bangsa yang besar. Bangsa yang memiliki dasar negara pancasila yang bertujuan sangat mulia. Kita pun adalah bangsa yang beragama dengan adanya kerukunan hidup antar umat beragama. Saya percaya, pancasila yang telah menjadi pilar bangsa akan terus mempersatukan kita sebagai bangsa yang besar dan disegani bangsa lainnya di dunia.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More