Saturday, July 23, 2011

Dewa Dari Leuwinanggung Part. III

                                      Relakan yang terjadi dia takkan kembali

           ia sudah jadi milik-Nya bukan milik kita lagi
    tak perlu menangis
    tak perlu bersedih
    tak perlu sedu sedan itu
    hadapi saja

    hilang memang hilang
    wajahnya terus terbayang
    jumpa di mimpi
    kau ajak aku untuk menari, bernyanyi
    bersama bidadari, malaikat, dan penghuni surga



Endi Aras juga cerita proses pembuatan lagu 15 Juli 1996. Pada 15 Juli 1996 Endi menemani Iwan Fals pergi ke tempat Megawati Soekarnoputri, ketua Partai Demokrasi Indonesia, yang kedudukannya sedang digoyang tukang pukul dan centeng Soeharto. Iwan tak bertemu Megawati, hanya lihat dari jauh, tapi simpatinya muncul. Dua minggu setelah kedatangan Iwan, para tukang pukul itu menyerbu markas Megawati, menggusur para pendukung Megawati dengan kekerasan, dan memicu pergolakan Jakarta yang dikenang sebagai Peristiwa 27 Juli 1996.


Tapi kritik dari masalah rokok masih muncul. Kritik ini kali ini bukan datang dari Rendra, namun dari Santi W.E. Soekanto, wartawan The Jakarta Post, yang menulis bahwa sponsor utama Iwan Fals adalah rokok A Mild dari Sampoerna. “Inilah hal yang sama sekali tak dibutuhkan Indonesia: pahlawan yang memperkenalkan ‘pintu masuk’ pemakaian narkotika dan obat-obatan keras.”


Soekanto mengutip data World Health Organization yang mengatakan ada 1,1 miliar perokok di dunia. Jumlah ini akan meningkat hingga 1,6 miliar pada 2025. Di negara-negara kaya, jumlah perokok menurun, tapi jumlahnya meningkat di negara-negara miskin. Indonesia negara miskin bukan?


Departemen Kesehatan melaporkan 6,5 juta orang Indonesia tiap tahun terkena penyakit akibat kebiasaan merokok dan 57 ribu di antaranya meninggal dunia (kebanyakan laki-laki). Kebiasaan merokok membuat pemerintah kehilangan banyak sumber daya karena membiayai kerusakan-kerusakan akibat rokok.


Di negara-negara kaya kampanye antirokok berjalan kencang. Federation of Football Association (FIFA) November lalu menandatangani perjanjian dengan WHO melarang sponsor rokok di lapangan sepak bola. FIFA sengaja menyamakan pembukaan Piala Dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang 31 Mei lalu dengan hari antirokok sedunia. MTV mendukung kampanye antirokok dengan memasang iklan para penyanyi yang menganjurkan remaja tak merokok. Di Amerika Serikat para penyanyi besar mendukung kampanye antirokok.


Industri rokok melawan kampanye ini lewat iklan dan promosi besar-besaran, terutama di negara-negara berkembang, baik lewat sponsor olahraga maupun musik. Iklan mereka menipu para remaja dengan kesan palsu bahwa rokok membuat mereka terlihat gagah dan dewasa. Rokok diidentikkan dengan olahragawan dan musisi ternama.


Ini dilawan. WHO di Indonesia memilih juara tenis Angelique Widjaja, binaragawan Ade Rai, dan peragawati Tracy Trinita untuk mendukung kampanye antirokok. “Sayangnya, tak terlalu banyak anak muda yang melihat Angie, Ade, atau Tracy. Para aktivis antirokok memerlukan senjata yang lebih besar. Seseorang dengan kaliber Iwan Fals,” kata Santi Soekanto.


Kolom ini mengingatkan saya pada diskusi Salatiga 12 tahun lalu. Dalam 12 tahun ini Iwan melihat Galang ikut-ikutan papanya merokok lantas mencoba obat-obatan hingga meninggal. Kehidupan pribadi Iwan memang berubah banyak. Titin Fatimah, sekretaris Manajemen Iwan Fals, mengatakan pada saya ketika ia mulai bekerja tiga tahun lalu, Iwan Fals sudah tak merokok.


“Suatu kenyataan hanya rokok yang bisa mengeluarkan dana cukup besar untuk pertunjukan musik. Dulu kalau pertunjukan indoor, banyak penonton yang tak bisa nonton. Kami memutuskan outdoor dan biaya produksinya besar. Hanya rokok yang bisa membiayainya,” kata Yos Rosana.


Fals sempat bilang dia mungkin bisa merokok lagi dengan tur sponsor rokok. Yos mengatakan lebih baik tidak tur bila Iwan Fals kembali merokok. “Mendingan nggak usah main,” kata Yos. “Saya juga nggak suka rokok itu. Saya tahu itu ndak baik. Ini buah simalakama,” kata Yos.


Henny Susanto dari Sampoerna, menerangkan kepada saya bahwa A Mild menghormati kontrak itu. Mereka mensponsori Iwan Fals karena penggemar Fals “sangat sesuai” dengan pangsa pasar A Mild.


Penjelasan Titin, Yos, dan Henny Susanto senada dengan materi diskusi Salatiga. Rokok dianggap menganggu estetika tapi bukan kesehatan. Saya sulit menyalahkan Iwan kalau ia belum berani menolak sponsor rokok karena kontribusinya sangat besar. Tanpa rokok mungkin tak ada konser.


Apa yang didapat Sampoerna? Henny Susanto menjawab, “Kesempatan untuk berkomunikasi dengan target market, baik yang datang ke pertunjukan maupun yang sekedar melihat publikasi yang kita lakukan.”


Kalau saya boleh menterjemahkan kata-kata Henny Susanto, A Mild merasa gembira dengan kerja sama ini. Para penggemar Iwan Fals, katakanlah orang semacam Fajar Wijaya, si pengamen bertopi merah itu, adalah pangsa pasar A Mild. Sedih juga mengetahui Iwan Fals ikut mendorong anak-anak muda merokok.


Kehidupan bukan sesuatu yang sederhana. Kehidupan sering penuh kompromi. Senja September itu, ketika saya meninggalkan Leuwinanggung, pikiran saya penuh dengan gejolak tentang Iwan Fals. Dia dipuja, disukai, dan dianggap manusia super, tapi ia juga mungkin kesulitan memenuhi harapan orang banyak yang menganggapnya bisa mewakili dan menolong mereka.

Artikel ini dicopy dari : iwanfalsmania.blogspot.com. Pada tanggal 24 Juli 2011

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More