Friday, July 29, 2011

In Memoriam. "Sahabat Fals"

W.S Rendra "Si Burung Merak".
Biografi :
Willibrordus Surendra Broto Rendra atau populer dengan nama W.S. Rendra lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935. Ia dikenal sebagai sastrawan ternama yang mendapat julukan 'Si Burung Merak'. Kabarnya, inisial W.S berubah menjadi Wahyu Sulaiman, setelah Rendra menjadi seorang muslim.

Rendra mulai mengenal sastra saat kuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Almarhum Mbah Surip, seniman nyentrik yang merupakan sahabat Rendra, menyebut Rendra dengan sebutan 'si Burung Merak Nusantara'.

Kiprahnya diawali dengan mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok, sepulangnya ia dari Amerika Serikat. Selain juga membintangi sejumlah pertunjukan teater, yang di antaranya Orang-orang di Tikungan Jalan, SEKDA, Mastodon dan Burung Kondor, Hamlet, Macbeth, Oedipus Sang Raja, Kasidah Barzanji dan Perang Troya Tidak Akan Meletus.

Rendra yang semenjak kuliah telah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah itu telah menulis ratusan cerpen, sajak dan lagu.

Bahkan bersama Yati Octavia, Rendra pernah membintangi film remaja YANG MUDA YANG BERCINTA, meski film tersebut pernah dilarang beredar karena alasan politis.

Pada 6 Agustus 2009, Rendra dipanggil Yang Maha Kuasa. Setelah sebelumnya sempat dirawat di RS Harapan Kita dan RS Mitra Keluarga, Depok akibat komplikasi, akhirnya ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Jenazahnya disemayamkan di rumah duka, Kompleks Pesona Kayangan Depok, Blok AV No. 5. Dan rencananya, akan dimakamkan di Bengkel Teater miliknya di Depok, Jawa Barat pada Jumat (07/08/09) selepas sholat Jumat.

Rendra pernah menikah tiga kali. Dari istri pertama ia dikaruniai 5 anak, Theodorus Setya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Sammuel Musa, dan Clara Sinta. Dari istri keduanya, ia mendapat 4 anak, Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati. Sedangkan dari istri ketiganya ia mendapat 2 anak, Isaias Sadewa dan Maryam Supraba.
W.S Rendra meninggal dunia, Kamis (6/8) malam, sekitar pukul 22.30 WIB, di Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok, Jawa Barat. Padahal 'belum kering air mata' melepas kepergian seniman gaek Mbah Surip yang meninggal Selasa (4/8) kemarin.
"Innalillahi Wainnailahi Rajiun, telah meninggal (dunia) baru saja Mas W.S Rendra di RS Mitra Keluarga Depok, mohon didoakan, trims," demikian isi pesan singkat Gugus kepada wartawan.

W.S Rendra sebelumnya sempat dirawat di RS Harapan Kita Jakarta, dan baru dua minggu mendapat perawatan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok, Jawa Barat.

Menurut keterangan, saat pemakaman Mbah Surip di Bengkel Teater, Citayam, Depok, sang penyair itu sempat dibawa pulang ke rumah Kompleks Pesona Khayangan, Depok. Namun W.S Rendra yang mengidap komplikasi beberapa penyakit itu harus kembali dirawat di RS Mitra Keluarga Depok.

Jenazah Rendra disemayamkan di rumah duka, di Kompleks Pesona Kayangan Depok Blok AV No. 5. Rencananya, almarhum akan dimakamkan pada hari Jumat (7/8) pagi. Namun berdasarkan informasi, saat ini juga tengah dilakukan persiapan di Bengkel Teater, Citayam, Depok, untuk menyambut jenazahnya.



Franky Sahilatua. "Franky"
Biografi :
Franky Sahilatua bernama lengkap Franklin Hubert Sahilatua, lahir di Surabaya, 16 Agustus 1953. Franky, yang dikenal sebagai penyanyi balada dan juga aktifis sosial dan politik, ini menghembuskan nafas terakhir di RS Medika Permata Hijau, pada 20 April 2011 pukul 15.15.

Sang penyanyi legendaris tutup usia setelah bertarung dengan kanker sumsum tulang belakang yang mengharuskannya menjalani perawatan intensif selama beberapa saat di Singapura dan Jakarta.

Di masa keemasannya, bersama sang adik, Jane, Franky cukup populer. Duet Franky&Jane telah merilis 15 album, di antaranya, Musim Bunga, Ali Topan, Kepada Angin dan Burung-burung, Panen Telah Datang dan Menyambut Musim Petik. Berikutnya Franky banyak merilis album solo dan mencipta lagu.

Lagunya Di Bawah Tiang Bendera diciptakannya bersama Iwan Fals pada 1996, dengan latar belakang peristiwa 27 Juli. Kemudian lagu Kemesraan juga dipopulerkan Iwan Fals, merupakan lagu karangannya bersama adiknya, Joni.

Selain itu, kini Franky banyak tampil sebagai aktifis sosial yang banyak memberikan kritiknya pada kebijakan-kebijakan yang tidak memihak pada rakyat baik melalui lagu maupun orasi-orasinya. Bahkan pada pemilu 2004, dirinya terang-terangan turut mendukung dan mengkampayekan calon presiden Amien Rais, sebagai calon presiden yang menurutnya paling bersih dibanding yang lain.

Setelah lama tidak terdengar kabar dari penyanyi yang khas dengan lirik lagu kontroversial ini, pada pertengahan Juli 2010, Franky dilarikan ke rumah sakit karena diduga menderita sakit batu ginjal. Franky sendiri mengaku sudah tidak tahan dengan sakit yang dirasakannya, sampai dirinya memaksa untuk masuk rumah sakit.

Selang dua minggu dari perawatannya di Rumah Sakit Bintaro, Franky diresmikan menderita kanker sumsum tulang belakang yang mengharuskannya dilarikan ke Singapura untuk perawatan lebih lanjut. Franky harus menjalani operasi dan kemoterapi dengan biaya yang sangat tinggi. Bahkan kabarnya beberapa alat yang digunakan untuk merawat Franky harus dilepas karena kurangnya biaya.

Oleh karena ini, beberapa teman dan sahabat sesama musisi dan seniman menggelar malam dana Tribute to Franky Sahilatua di Bengkel Cafe, SCBD, Jakarta pada Kamis 12 Agustus 2010. Acara ini dihadiri berbagai pihak mulai dari politisi, aktor dan aktris, sampai sesama musisi. Acara ini diprakarsai oleh Glenn Fredly, Dwiki Darmawan, Ebiet G. Ade dan Garin Nugroho. Dana yang terkumpul dari acara ini sementara dicatat sebesar Rp. 52.650.000, US$6420, dan 1050 dollar Singapura.

Pada Oktober 2010, Franky dinobatkan sebagai penerima penghargaan Lifetime Achievement Award yang diberikan SCTV Award 2010, atas semua perannya di dunia musik Indonesia.
Franky Sahilatua meninggal dunia di RS Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan, pada Rabu (20/4) pukul 15.15 WIB. Pelantun Lelaki Dan Rembulan kelahiran 16 Agustus 1953 tersebut meninggalkan satu istri dan dua anak. Hari ini juga, rencananya jenazah Franky akan dimakamkan di TPU Tanah Kusir.



Harry Roesli. "Roesly"
Biografi:
Nama     : Djauhar Zaharsjah Fachruddin
                Roesli (Harry Roesli)
Lahir      : Bandung, Jawa Barat
                10 September 1951
Wafat     : Jakarta, 11 Desember 2004
Agama    : Islam
Ayah       : Roeshan Roesli
Ibu          : Edyana
Istri         : Kania Perdani Handiman
Anak       : Lahami Krishna Parana Roesli
                 Layala Krishna Patria Roesli

Profesor psikologi musik ini bukan musisi biasa. Dia melahirkan
fenomena budaya musik kontemporer yang berbeda, komunikatif dan
konsisten memancarkan kritik sosial. Doktor musik bernama lengkap
Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli yang lebih dikenal dengan Harry
Roesli dan dipanggil Kang Harry, ini meninggal dunia Sabtu 11 Desember
2004, pukul 19.55 di RS Harapan Kita Jakarta.

Musikus mbeling kelahiran Bandung, 10 September 1951 itu meninggal dunia dalam usia 53
tahun setelah menjalani perawatan jantung di rumah sakit tersebut sejak
Jumat 3 Desember 2004. Kang Harry menderita serangan jantung juga
hipertensi dan diabetes. Jenazah disemayamkan di rumah kakaknya,
Ratwini Soemarso, Jl Besuki 10 Menteng, Jakarta Pusat dan dimakamkan 12
Desember 2004 di pemakaman keluarga di Ciomas, Bogor, Jabar.

Cucu pujangga besar Marah Roesli ini meninggalkan seorang isteri Kania
Perdani Handiman dan dua anak kembar Layala Khrisna Patria dan Lahami
Khrisna Parana. Pemusik bertubuh tambun ini melahirkan fenomena budaya
musik populer yang tumbuh berbeda dengan sejumlah penggiat musik
kontemporer lainnya. Dia mampu secara kreatif melahirkan dan menyajikan
kesenian secara komunikatif. Karya- karyanya konsisten memunculkan
kritik sosial secara lugas dalam watak musik teater lenong.

Doktor
musik alumni Rotterdam Conservatorium, Belanda (1981), ini terbilang
sangat sibuk. Selain tetap berkreasi melahirkan karya-karya musik dan
teater, juga aktif mengajar di Jurusan Seni Musik di beberapa perguruan
tinggi seperti Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dan
Universitas Pasundan Bandung.

Seniman yang berpenampilan khas, berkumis, bercambang, berjanggut lebat, berambut gondrong dan
berpakaian serba hitam, ini juga aktif menulis di berbagai media. Pria
ini juga kerap bikin aransemen musik untuk teater, sinetron dan film,
di antaranya untuk kelompok Teater Mandiri dan Teater Koma. Juga
menjadi pembicara dalam seminar-seminar di berbagai kota di Indonesia
dan luar negeri.

Dan yang paling menyibukkan adalah aktivitas
pemusik yang dikenal berselera humor tinggi, ini adalah membina para
seniman jalanan dan kaum pemulung di Bandung lewat Depot Kreasi Seni
Bandung (DKSB) yang didirikannya. Bahkan pria bersahaja dan dermawan
ini sering terlibat dalam berbagai aksi dan advokasi ketidakadilan.

Putera bungsu Mayjen (pur) Roeshan Roesli dari empat bersaudara, ini
menjadikan rumahnya di Jl WR Supratman 57 Bandung, sekaligus markas
DKSB. Markas ini nyaris tak pernah sepi dari kegiatan para seniman
jalanan dan ‘kaum tertindas’. Selain itu, dia juga kerap melahirkan
karya-karya yang sarat kritik sosial dan bahkan bernuansa pemberontakan
terhadap kekuasaan diktator dan korup. Maka tak heran bila kegiatannya
di markas ini atau di mana saja tak pernah lepas dari pengawasan aparat.



Inisisri. "Sang Drumer Kantata/Swami"
Maaf Untuk PROFIL TANGGAL KELAHIRAN INISISRI. Untuk Sementara Belum Kami Temukan..!!

Inisisri, salah satu penggebuk drum terbaik yang dimiliki negeri ini telah berpulang pada Rabu, 30 September 2009 pukul 15.30 WIB dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Graha Permata Ibu, Depok, Jawa Barat. Ia wafat dalam usia 59 tahun.

Inisisri meninggal akibat sakit tukak lambung yang kronis. Menurut Prita, manajer Sri, Sri mulai merasakan sakitnya sejak Agustus tahun lalu. "Sejak itu, Mas Sri bolak-balik keluar rumah sakit.

Luka-luka di usus besarnya kata dokter udah parah. Satu-satunya jalan adalah mengembalikan staminanya," ujar Prita saat ditemui di kediaman Inisisri di daerah Kali Mulya, Depok, Jawa Barat.

Sepulangnya dari rumah sakit, jenazah Inisisri dalam setelan jas dan celana warna hitam serta baju warna putih dan berkacamata, terbaring damai di peti jenazah. Sebuah foto Inisisri sedang beraksi menggebuk drum dalam sebuah pertunjukan dipajang di depan peti mati.

Hingga larut malam, kawan-kawan satu grupnya di SWAMI dan Kantata Taqwa seperti Iwan Fals, Naniel, Yocky, dan Toto Tewel tampak masih setia begadang di kediaman almarhum. Menurut Toto Tewel yang sempat menggarap tiga lagu bersama almarhum menjelang akhir hayatnya untuk album Rumah Kahanan, sebetulnya Sri ingin dimakamkan di halaman rumahnya. "Tapi ngga boleh sama Pemda setempat, aku ngga ngerti apa soalnya," ujar Toto yang tidak habis bertanya, mengapakah sebagian warga boleh memakamkan sanak saudaranya di halaman rumah sendiri.

Karena tidak diperbolehkan oleh Pemda itulah, menurut rencana pada Kamis (1/10), jenazah akan diberangkatkan dari rumah duka pukul 13.00 WIB menuju pemakaman keluarga WS Rendra di Cipayung, Depok.

Total Dalam Bermusik
Mas Sri, begitulah kawan-kawan kentalnya memanggilnya. Maklumlah, selain diakui kehebatannya dalam menggebuk drum, Mas yang kelahiran Semarang ini memang lebih senior dibanding kawan-kawannya di grup SWAMI atau Kantata Taqwa.

Tapi tentu saja, ada nilai lebih di balik penampilannya yang sederhana. Kerendahan hatinya itulah yang membuat kawan-kawan segan terhadapnya. Sri, sama sekali tidak pernah menampilkan sebuah sosok artis yang tampak glamor. Dalam keseharian maupun saat manggung, Sri tetap pribadi yang low profile. Ditambah kedudukannya sebagai penabuh drum yang berposisi di "belakang", Sri pun jarang dilirik oleh wartawan untuk menulisnya panjang-panjang.

Penikmat musik hanya tahu, SWAMI, Kantata Taqwa, Kahanan, boleh jadi akan kurang gregetnya jika tak ada campur tangan Inisisri. Maklumlah, Sri bukan cuma player, yang tugasnya cuma menggebuk-gebuk beduk Inggris itu sesuai notasi. Sri adalah juga seorang kreator yang imajinatif. Dia menumpahkan seluruh jiwanya ke dalam permainannya. Maka tak heran, untuk mendukung perasaannya dalam bermain musik, beragam perkakas perkusi ia gotong ke panggung.

Untuk membangun suasana alam berupa gemericik air sungai, ia untai sendiri puluhan buah kluwak untuk selanjutnya ia mainkan dengan jemarinya...dan... bunyi gemericik air pun terdengar seperti yang terdapat dalam intro lagu "Cinta" saat Inisisri memperkuat kelompok SWAMI yang terdiri dari Sawung Jabo, Iwan Fals, Naniel, Nanoe, Yocky Suryoprayogo.

Sementara untuk membangun suasana yang dinamis, Sri pun mengusung seperangkat gondang Batak sebagai pelengkapnya. Hasilnya, beberapa komposisi kelompok yang didirikannya, Kahanan, terasa riang dan dinamis. Pukulan gondang Batak juga amat terasa menghidupkan suasana pada lagu "Kuda Lumping" yang banyak dipuji orang lantaran lagu tersebut berhasil mengangkat tradisi kesenian kuda lumping dalam format kekinian.

Sementara di belakang tempat duduknya saat menabuh drum, Sri biasa memasang gongseng (gong Cina). Alat musik ini kerap ditabuh Sri untuk memecahkan suasana atau ketika lagu sampai di klimaks.

Pengalaman Berkesenian
Inisisri mulai belajar berkesenian kepada dalang kondang asal Semarang, Ki Narto Sabdo, saat Sri berusia 5 tahun. Ia memulai debut musiknya pada tahun 1967 hingga 1971 melalui grup-grup band yang pernah ia dukung. Selanjutnya, pada tahun 1980, Sri bergabung dengan Kelompo0k Kampungan (sebuah kelompok musik kontemporer asal Yogyakarta).

Tahun 1982, ia bergabung dengan kelompok musik Sirkus Barock yang dikomandani oleh Sawung Jabo. Inisisri juga tercatat sebagai penggarapo ilustrasi musik fiolm "Darah dan Mahkota Ronggeng (tahun 1983), ilustrasi musik untuk sinetrion Sayekti dan Hanafi (1986). Ikut mkembentuk grup musik SWAMI I pada 1989 dsan dilanjutkan SWAMI II. Bergabung dengan KANTATA TAQWA yang didukung juga oleh Setiawan Djody, WS Rendra, Yocky Suryoprayogo, Iwan Fals, dan Toto Tewel pada 1990. SWAMI bubar, bersama Sawung Jabo, Iwan Fals, Naniel, Nanoe membentuk grup Dalbo (1993).

Tahun 1994 Inisisri membentuk kelompok Kahanan. Ia berperan sebagai pemain musik, aranjer dan komposer. Pernah pula berkolaborasi dengan nWanto, Oppie Andaresta dan Jalu dalam album Talu-Talu di tahun 2002. Pernah membentuk kelompok SENTOLOP percussion bersama Wanto. Sri berperan sebagai pemain, aranjer, dan komposer.



Bangun Sugito "Gito Rolis"
Biografi :
Bangun Sugito atau populer dengan nama Gito Rollies, lahir di Biak, Papua, 1 November 1947. Ia dikenal sebagai rocker, aktor dan juga penceramah agama.

Sementara nama Rollies yang dipakainya diambil dari grup bandnya asal Bandung yang pernah terkenal pada masa 1960-an sampai dengan 1980-an yang personelnya terdiri dari Uce F. Tekol, Jimmy Manoppo, Benny Likumahuwa dan Teungku Zulian Iskandar.

Gito sendiri juga pernah berkiprah dalam dunia film, termasuk dalam film KERETA API TERAKHIR dan JANJI JONI, yang kemudian mengantarkannya meraih piala Citra aktor pembatu pria terbaik.

Nama Gito yang pada awalnya dikenal sebagai rocker, kemudian menghilang dari peredaran panggung rock Indonesia. Gito kemudian muncul menjadi seorang dai (juru dakwah), yang kerap tampil dengan pakaian putih dan nampak lebih bijaksana.

Penyanyi bersuara serak basah dengan gaya panggung atraktif itu, sejak 2005 mulai 'melawan' kanker kelenjar getah bening yang dideritanya. Manakala kesehatanya turun Gito harus terbang ke Singapura untuk melakukan teraphi. Bahkan beberapa kali mengalami koma.
Pelantun lagu Kemarau, Astuti dan Burung Pipit itu akhirnya menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan pada 28 Februari 2008, setelah menerima perawatan sehari sebelumnya. Suami dari Michelle, seorang perempuan asal Belanda itu meninggal pada pukul 18.45 WIB.
Gito terserang kanker kelenjar getah bening sejak 2005, dan menjalani kemoterapi di sebuah rumah sakit di Singapura. 
Menurut isterinya, Gito sudah mengeluh sakit sejak pagi hari dan akhirnya dibawa ke rumah sakit pada sore hari," kata Adrie menjelaskan. "Michelle juga bilang kalau Gito sempat pingsan dan dirawat di ruang UGD, tetapi sekarang sudah di kamar rawat biasa," tambahnya.

    0 comments:

    Post a Comment

    Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More