Tuesday, July 26, 2011

Iwan Fals Fenomena Insan Musik Indonesia

IWAN FALS menjadi fenomena tersendiri di blantika musik Indonesia. Sebagai penyanyi, ia mempunyai karisma yang besar, dan punya banyak sekali penggemar fanatik. Setiap album atau lagu yang dirilisnya, entah itu bertema cinta, atau kritik sosial, selalu saja diminati pendengar. Iwan juga menjadi gambaran komplet tentang perkembangan musik Indonesia. Sukses di musik balada, pop, rock, dengan akses bagus ke dunia rekaman dan panggung. Puluhan ribu orang selalu memadati konser yang digelarnya.

Sekitar 15 album dan beberapa album kompilasi telah dirilis oleh Iwan Fals dari tahun 1979 - 1994. Iwan telah berkolaborasi dengan berbagai musisi dari berbagai aliran musik. Lewat Kantata Taqwa, Iwan diminta Setiawan Djody untuk menjadi kontributor vokal dan penulis lagu, bersama Ian Antono lewat lagu Umar Bakri, Bagoes Aariyanto lewat lagu ngepop Mata Indah Bola Ping Pong dan masih banyak lagi.

Menjadi penyanyi, rupanya bukan cita-cita Iwan Fals, "Dari kecil saya bercita-cita jadi tentara dan pemain sepakbola. Dalam perkembangannya, saya malah tertarik pada musik." Kemasyuran Iwan yang sukses sebagai pemusik, sebenarnya bukan berbekal nama besar ayahnya yang kala itu masih aktif jadi Pamen TNI AD.
Sejak duduk di bangku SMU negri di Tebet, Iwan justru bertekad ingin membiayai sekolahnya sendiri. Dengan tekad yang bulat, keberatan dari kedua orang tua Iwan tak mampu menghalanginya. Iwan pun kemudian mengamen. Ia juga mengikuti berbagai lomba seperti Kompotisi Musik Country di Trisakti dan Lomba Musik Humor di Taman Ismail Marzuki tahun 1977 - 1978, dan ia selalu berhasil memenangkannya.

Tak hanya dibidang musik Iwan berkutat. Ia juga tetap menjalankan hobynya bermain sepakbola dan berlatih karte. "Saya pernah jadi atlet nasional," ujar Iwan mengenai olah raga bela diri karate yang ditekuninya.
Rosana (Yos) adalah perempuan yang tahu benar siapa Iwan Fals, sejak Iwan ngamen hingga sekarang, Yos selalu mendampingi Iwan. Yos kemudian dinikahi oleh Iwan, dari wanita yang menjadi istri sekaligus managernya itu, Iwan dikaruniai sepasang anak. Galang Rambu Anarki (alm) dan Cikal.

Semasa mudanya, Iwan juga sering tampil di Teater Terbuka TIM. Berbekal gitar bolong dan harmonika, Iwan dengan berani melantunkan lagu-lagu dengan tema yang mengkritik pemerintah. Lagu-lagu protes sosial macam inilah yang selalu ditunggu oleh penggemar fanatiknya. Kata-katanya yang bisa memerahkan telinga, sering kali membuat Iwan ditunggui pihak yang berwajib pada setiap aksi panggungnya. Bila mau dicekal atau diamankan, Iwan selalu melarikan diri dengan motor trailnya yang sudah disiapkan di bibir panggung.


Lagu-lagu cinta yang dibiaskan dengan lirik yang gamblang seperti Mata Indah Bola Ping Pong, 22 Januari, Entah, Menanti Seorang Kekasih, Buku Ini Aku Pinjam dan lain-lainnya begitu disuka oleh pecinta musik. Umar Bakri, Wakil Rakyat, Kapal Tampomas II, Ujung Aspal Pondok Gede, merupakan lagu-lagu kritik sosial yang menjadikan Iwan Fals beda dari musisi lainnya.


"Aku sekarang susah bikin lagu dengan gaya spontanitas seperti dulu. Bukan hanya adanya rambu-rambu dari luar yang melarang, tapi rambu-rambu itu datangnya dari aku sendiri. Kadang kala istriku mengkritik saat aku membuat lagu, 'wah jelek!', aku suka interaksi macam ini.
Sampai tahun 80-an, Iwan masih menjalankan profesinya sebagai pengamen, meski namanya cukup dikenal. "Kadang kala ada yang tahu kalau itu Iwan Fals, dan aku dapat duit gede. Tapi banyak pula yang ngasih duit recehan biasa," ujar Iwan.

Pada tahun 1985, lewat arahan sutradara Sophan Sophiaan, Iwan Fals menggarap musik sekaligus membintangi film yang terus-terang kurang sukses dalam peredarannya, mungkin karena minim promosi, Damai Kami Sepanjang Hari. Dalam film itu dikisahkan setelah ayah-ibunya meninggal, Iwan yang masih duduk di bangku SMA, terpaksa menghidupi kelima adiknya dengan mengamen. Setelah melalui bebagai rintangan, akhirnya Iwan bisa menjadi penyanyi terkenal dan mendapat kedamaian bersama adik-adik dan pacarnya.



Sepeninggal anak pertamanya Galang Rambu Anarki, Iwan tidak lagi tinggal di Condet, ia pindah ke Depok. Di tanah seluas 5.000 meter yang dibeli dari keuntungan penjualan kaset Umar Bakri yang terjual 300 ribu copy pada tahun 1982 itu, Galang bersemayam untuk selamanya. Di depan rumahnya, Iwan juga membuka toko yang menjual berbagai souvenir seperti T-Shirt, Sticker, badge, poster dan kaset. Semua dikelola olah beberapa orang penduduk di situ. Studio serta panggung juga dibangun di rumahnya yang luas itu untuk keperluan latihan dan manggung.

"Umar Bakri itu temasuk yang meledak, meski cuma 300 ribu kopi," ujar Iwan. "Kata produser, album-albumku yang lain juga rata-rata laku segitu. Tapi ada produser lain yang mengatakan bahwa sebenarnya albumku selalu meledak dan penjualan kasetku lebih dari itu. Biarinlah," ucapnya pasrah.
Karena desas-desus ini, Iwan yang tidak suka perhitungan keuntungan yang berbelit-belit, lalu menggunakan Flatpay System - jika rampung rekaman langsung di bayar tunai - Iwan tak mau tahu apakah ia akan rugi bila albumnya meledak.

Album Hijau diambil Pro Sound, sedang album Belum Ada Judul, dibeli HP Records masing-masing seharga Rp 300 juta. Berikutnya Iwan menaikkan harga flatpaynya antara Rp 500 juta hingga Rp 1 milyar. Namun tingginya harga flatpay yang dipatok Iwan, membuat dirinya dijauhi para produser.
Akhirnya ia tak punya pekerjaan. "Sekarang aku kembali ke sistem royalti, mengerjakan sisa kontrakku dengan Musica, bikin album kompilasi. Dengan lagu lawas Entah dan Menanti Seorang Kekasih yang diaransemen ulang oleh Noorsaid," ucapnya, "Akhirnya bagiku sistem rekam royalti ataupun flatpay ya sama saja. Keduanya toh bisa dicurangi juga."

Di dua panggungnya yang bisa memuat 200 dan 1000 penonton itu, Iwan rutin melakukan latihan setiap Senin-Kamis bersama Nanoe (bass), Iwang Noorsaid (kibor), dan Innisari (drum).
Tinggal di daerah Depok yang masih kental suasana religinya, membuat Iwan terinspirasi untuk mengeluarkan album bertema religi. "Aku sendiri nggak tahu, kenapa bisa menulis lagu-lagu rohani. Mungkin karena suasana lingkungan di rumah yang masih kental dengan nafas rohaninya, seperti banyak mushola dan aktivitas sholat lima waktu," papar Iwan yang belum tahu kapan dan kepada siapa album religinya itu akan dilepas di pasaran.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More